Hamparan Padang Lamun
Mungkin bagi orang awam, istilah lamun masih kurang terdengar familiar dibandingkan pengisi ekosistem pesisir dan laut seperti hutan mangrove dan terumbu karang. Padahal ketiganya memainkan peran dalam menjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati. Jika salah satu diantaranya mengalami kerusakan, akan berdampak kepada kerusakan ekosistem secara keseluruhan. Hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang ibarat pagar alami daratan dari laut dan menjadi lumbung pangan lumrah jika ketiganya adalah segitiga emas pesisir dan lautan. Lamun (seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup didalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar serta berkembang biakdengan biji dan tunas (Kawaroe, 2009). Indonesia Di Indonesia sendiri ditemukan 12 jenis lamun yang tergolong ke dalam 7 marga (Larkum & den Hartog: 1989). Lamun memegang peranan penting pada fungsi-fungsi biologis dan fiisik dari lingkungan pantai pesisir (THAYER et al. 1975; THORHAUG 1986).
Meningkatnya aktivitas pembangunan di lingkungan pesisir akan berdampak terhadap produktivitas sumberdaya pesisir. Lamun, sekali rusak atau terganggu, tidak akan baik kembali seperti pada tanaman di darat (FONSECA1987). Hal inilah yang menjadikan padang lamun riskan untuk mengalami kerusakan. Menurut Nontji (2009), padang lamun di Indonesia mengalami penyusutan luasan 30 - 40 % dariluas keseluruhannya yang diakibatkan oleh aktivitas manusia secara langsung. Kerusakan ini tentunya akan berdampak pada menurunnya nilai produktivitas dan beberapa biota bergantung pada lamun seperti dugong, penyu, ikan untuk memperoleh makanan dan tempat tinggal.
Upaya untuk menanam atau transplantasi padang lamun ternyata sudah dilakukan sejak tahun 1947 oleh Addy pada jenis Zostera marina, Fuss & Kelly pada jenis Thallasia testudinum dan Halodule wrightii (PHILLIPS 1974), dan jenisThallasia testudinum oleh Thorhaug (THORHAUG 1974). Agar tidak terjadi salah pengertian dalam mengartikan transplantasi lamun, BETHEL (1961) membuat definisi transplantasi adalah memindahkan dan menanam di lain tempat; mencabut dan memasang pada tanah lain atau situasi lain.
Teknologi rekayasa transplantasi padang lamun meliputi
1. Metode plug (Phillips 1994 dalam Kiswara 2004) ditanam dengan cara menggali sebuah lubang pada substrat yang dalamnya ± 30 cm, kemudian ditutup dengan substrat yang sama.
2. Metode Frame tabung bambu merupakan modifikasi metode peat pot
(Calumpong dan Fonseca, 2001) yaitu dengan menggunakan bambu berukuran 25 cm berjumlah 20 bambu pada setiap transek kuadrant.
3. Metode Ikat karung yaitu di tanam dengan cara mengikatkan lamun yang ditransplantasikan ke karung (Kawaroe, 2008)
4. Metode seed / pembenihan yaitu dengan penanaman langsung dari koleksi biji dari jenis lamun namun hal ini tidak direkomendasikan karena tingkat keberhasilan rendah akibat biji atau benih dari jenis lamun lain sangat kecil dan mudah terbawa air, serta kecepatan perkecambahan sangat rendah.
Dari hasil penelitian Febriyantoro dkk (2013) dengan judul “Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun (Enhalus acoroides) di Kawasan Padang Lamun Perairan Prawean Bandengan Jepara” metode plug yang dinilai paling baik pertumbuhannya dalam upaya transplantasi lamun karena memindahkan dan menanam lamun beserta substratnya kemudian diikuti dengan metode ikat karung dan paling terakhir metode frame.
Untuk keberhasilan transplantasi lamun diharapkan tetap dilakukan penelitian terlebih dahulu pada jenis lamun yang sesuai dan karakteristik perairan. Jadi saat ini tidak hanya gerakan menanam mangrove dan transplantasi terumbu karang, kini saatnya bermunculan gerakan transplantasi lamun. Mari selamatkan segitiga emas pesisir dan laut !
Oleh : Restu Putri Astuti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar