Perempuan memiliki fitrah untuk menjadi seorang ibu, tapi saya sendiri pun menyadari bahwa saya terlahir pada generasi perempuan yang tidak hanya berperan sebagai ibu tapi juga “berkarir” di ranah publik. Berbeda dengan perempuan generasi zaman nenek dan ibu saya yang dibesarkan untuk berperan penuh menjadi ibu. Berbeda cerita dengan saya, dulu orangtua saya tidak masalah tidak banyak membantu pekerjaan di ranah domestik yang terpenting saya fokus belajar di sekolah. Karena harapan mereka, saya bisa hidup mandiri di masa depan. Yang mana artinya dunia juga sedang membentuk perempuan untuk bekerja di ranah publik. Saya tidak sedang menyalahkan kedua orang tua saya. Karena bagaimanapun mereka tetap orang tua yang melahirkan dan membesarkan saya. Kini estafet generasi berpindah di tangan saya, yang kendali penuh generasi berikutnya ada di tangan kami.
Hal ini memang sedikit banyak berimbas pada awal berumah tangga utamanya di ranah domestik. Namun Alhamdulillah perlahan saya pun bisa mengatasi hal tersebut. Berusaha menyeimbangkan semua dengan sebaik – baiknya. Saya pun memahami bahwa esensi kita hidup di dunia. Bukan hanya untuk hari ini tapi sesungguhnya kita sedang mempersiapkan “rumah masa depan”. Yuk kita niatkan semua aktivitas untuk beribadah kepada Allah SWT “Lillahi ta’ala”. Insya Allah lelah kita dalam berjuang di dunia seperti mendidik anak, taat kepada suami, beribadah, letih bekerja dimanapun karirmu dan lain sebagainya semoga tercatat sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Menjadi ibu bukan untuk berlomba harus menjadi ibu yang sempurna seperti yang disodorkan di sosial media. Tidak pula harus dilengkapi fasilitas yang “wah”. Menjadi seorang ibu yang bahagia itulah yang harus diupayakan. Karena ibu yang bahagia akan mampu mendidik anak-anaknya dengan hati penuh kasih dan sayang. Saya menyadari peran seorang ibu yang berkarir di ranah publik tidak semata bisa dipandang “sukses” di mata orang lain karena sejatinya perempuan berkarir pun memliki banyak kerisauannya sendiri. Apakah suamiku ridho? Apakah anakku sudah tercukupi kebutuhan jiwanya? Bagaimana kelak di masa depan? Atau bagaimanakah kelak ketika kita sudah meninggalkan dunia fana ini sudah adakah bekal dibawa? dan masih banyak lagi. Kerisauan itu semoga bisa dihapus dengan doa – doa yang saya lantunkan.
Akhir kata,
Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dari tulisan saya ini. Jika ada yang kurang berkenan semuanya berasal dari saya dan jika ada kebaikan yang bisa diambil semua berasal dari Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar