Mama & Fatih usia 3 bulan |
Hari yang dinanti tiba Kamis, 8 Maret 2018 pukul 10.55 WITA alhamdulillah diamanahi oleh Allah SWT seorang anak laki-laki bernama Muhammad Sulthan Alfatih. Fatih, begitu nama panggilannya. Kehadiran Fatih ditengah keluarga kami sungguh suatu karunia yang amat kami syukuri. Fatih menyempurnakan hidup saya sebagai seorang ibu. Menjadi seorang ibu diawal kelahiran anak sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Ohh begini ya dulu perjuangan yang ibu saya rasakan saat melahirkan saya. Tak terasa mbrebes mili saat melihat ibu. Hiks.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk riya’ tapi hanya sebagai pengingat untuk diri saya tentang pengalaman dan perasaan saya.
Awal mula menjadi ibu pasti semua juga merasakan bagaimana kita beradaptasi dengan makhluk mungil yang semula di dalam rahim kita selama 9 bulan. Si kecil pun juga tentu sangat asing dengan dunia di luar rahim kita. Rengekan dan tangisan si kecil menjadi hal lumrah sebagai cara berkomunikasi bayi. Rasa sakit sayatan operasi sesar harus saya lawan dengan berusaha mensugesti diri sendiri kalau saya sehat dan segera fokus mengAsihi. Fatih tentu juga sangat membutuhkan sosok ibunya baik secara fisik dan psikis.
Alhamdulillah saya diberikan rezeki dari Allah SWT untuk bisa mengAsihi Fatih. Tepar rasanya badan pasca operasi sesar butuh waktu pemulihan 3 hari di rumah sakit saatnya pulang ke rumah. Babak baru dimulai dalam hidup saya. Begadang untuk menyusui , ganti popok dan menggendong untuk menidurkannya. Ahh sungguh saya bisa sedikit merasakan begini ya dulu ibu waktu saya kecil. Tentu awalnya tidak mudah harus begadang menyusui bayi yg seakan tidak pernah kenyang, udah mau tertidur eeh ditaruh kasur melek haha. Ulang lagi nenenin sampai dia tertidur. Lelah pasti, nangis iya. Setelah melahirkan sepertinya saya sempat mengalami baby blues ditandai dengan hati yang sensitif, gampang capek, mudah menangis tapi alhamdulillah semua bisa saya lalui dengan dukungan suami dan keluarga tentu dengan melihat Fatih. Proses menyusui ternyata membuat nafsu makan saya berlipat ganda hal lumrah karena asi terbentuk dari nutrisi makanan dan dikonsumsi berdua. Mempelajari apa yang dibutuhkan Fatih tentu suatu keharusan sebagai ibu.
Learning by doing. Menjadi ibu mendorong saya untuk selalu berusaha memberikan dan melakukan yang terbaik untuk Fatih. Yaa namanya seorang ibu pasti semua melakukan hal yang sama. Yap, awal saya tidak berani memandikan fatih lambat laun sudah bisa, berusaha selalu makan makanan yang bergizi demi kualitas asi, rajin stimulus fatih sesuai usianya agar tumbuh kembang baik, rajin baca artikel tentang perbayian, belajar pijat bayi dari youtube, gabung wa grup ibu2 hamil dan menyusui, sharing sm ibu dan teman dan masih banyak lagi lain. Belum lagi drama kalau Fatih lagi rewel hmm rasanya hati galau bingung ini mau apa ya Fatih biar tenang. Apalagi waktu anak sakit rasanya biar kita aja yang ngerasain sakit. Tapi semua peluh dan letih terbayar dengan senyum dan tawa Fatih, tingkah polahnya yang gemesin dan pokoknya semua tentang Fatih deh.
Menjadi seorang ibu ternyata benar-benar mengubah hidup saya. Yang dulunya fokus untuk suami dan diri sendiri sekarang bertambah yaitu anak. Perubahan yang saya rasakan dari segi emosi yang harus menekan ego pribadi. Intinya sekarang prioritas adalah anak apalagi masa golden age (usia emas) dari 0-5 tahun tidak dapat terulang yang menentukan menjadi seperti apa Fatih di masa depan.
“Anda memiliki waktu seumur hidup untuk bekerja, namun anak-anak hanya memiliki masa kecil sekali”
Menjadi seorang ibu juga membutuhkan support system dari lingkaran keluarga kita terutama suami. Bagaimana kita menjadi orangtua yang mampu diteladani oleh anak. Mendidik anak bukan hanya tugas seorang ibu, peran bapak juga sangat besar membentuk pribadi anak. Dari ibu seorang anak belajar kelembutan dan kasih sayang serta dari seorang bapak anak belajar kemandirian.
It takes a village to raise a child. Begitu pepatah dari Afrika bagaimana sulitnya membesarkan anak. Tak bisa dipungkiri kita membesarkan anak juga pasti berinteraksi dengan lingkungan. Anak-anak tidak bisa hanya ndekem (tinggal) di rumah tanpa bersosialisasi dengan orang lain. Namun kita sebagai ibu berhak memilih di lingkungan seperti apa anak kita bertumbuh, karena jangan kaget ketika anak masih kecil terbiasa berkata kasar padahal di rumah tidak ada yg dicontoh nyatanya teman sepermainannya mudah melontarkan kata kasar. Hmmm… bukankah anak-anak tipikal peniru ulung dari apa yang dilihatnya baik itu tindakan yang baik dan buruk. Jika kita membesarkan anak dengan kasih sayang tentu dia akan menjadi anak yang berkasih sayang dan jangan pernah melabeli anak “nakal” karena kita sendiri yang membesarkannya dengan kekerasan.
Fatih mengajarkan saya menjadi ibu bukanlah proses instan harus belajar seumur hidup. Menjadi pribadi yang lebih baik. Fatih mengajarkan saya untuk merencanakan masa depannya. Menyisihkan uang untuk tabungan pendidikannya. Belajar dan terus belajar ilmu parenting dari berbagai sumber dan media sebagai bekal mendidiknya. Sungguh menjadi ibu mengubah hidup kita.
“Didiklah anak-anakmu itu berlainan dengan keadaan kamu sekarang karena mereka telah dijadikan Tuhan untuk zaman yang berbeda” -Umar Al-Khattab-