Pesatnya
budidaya udang yang menjadi tumpuan utama kehidupan lebih dari 6 juta penduduk
di wilayah pesisir Indonesia berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan. Sistem intensif budidaya udang vanname membuat
rentannya udang terserang penyakit akibat menurunnya daya dukung lingkungan. Tidak
dapat dipungkiri penurunan daya dukung
lingkungan karena rendahnya pengelolaan kegiatan budidaya perikanan yang
berasaskan aspek keberlanjutan. Seperti halnya produksi budidaya udang vanname Thailand yang mengalami
stagnasi dan cenderung turun akibat terkena efek EMS (Early Mortality Syndrom) turun dari 250,000 MT pada 2013
menjadi 220,000 MT pada tahun 2014. Penyakit EMS (Early Mortality Syndrom) menjadi momok bagi pembudidaya udang
karena bisa menyebabkan kematian hingga 100% pada udang budidaya berusia 20-30
hari. Hasil penelitian Donald Lightner, ahli patologi udang dari
University of Arizona telah mengidentifikasi patogen penyebab EMS yaitu sebuah galur unik dari bakteri Vibrio parahaemolyticus. Hingga
saat ini penanganan penyakit EMS masih dalam tahap riset lebih lanjut.
Sebelum merebaknya penyakit EMS, terlebih dulu ditemukan penyakit
WFD (White Faeces Diseases) atau penyakit kotoran putih. Penyakit WFD ini menyebabkan
nafsu makan udang menurun, plankton drop dan pakan banyak tersisa. Lalu terlihat kotoran putih mengambang di petakan tambak budidaya.
WFD menyerang pada saat DOC (Day of Culture) 60 hari ke atas. Penyakit WFD disebabkan
kurang bijaknya pelaku pembudidaya udang dalam mencapai pertumbuhan udang
sesuai target sehingga pemberian pakan dilakukan berlebihan. Tentu berlebihnya
pakan menyebabkan tingginya bahan organik di perairan sehingga memicu pesatnya berbagai
sumber penyakit untuk tumbuh.
Seperti dikutip dari website bluppbkarawang.com pada acara
workshop pengendalian budidaya udang, mulai munculnya WFD di Indonesia perlu
mewaspadai merebaknya penyakit EMS walaupun kedua penyakit tersebut belum mampu
dibuktikan secara nyata memiliki keterkaitan. Sidrotun Naim S. Si, M. Mar.
ST, Ph D ahli penyakit udang menjelaskan bahwa serangan penyakit pada umumnya
diawali dengan menurunnya kualitas lingkungan budidaya diantaranya meningkatnya
konsentrasi Total Amonia
Nitrogen (TAN) dan
alkalinitas, tingkat kecerahan yang lebih rendah serta adanya suksesi plankton
dari Cyanophyta menjadi jenis Dinoflagellate dan Ciliata/Protozoa. Sedangkan secara mikrobiologi tambak
yang terserang WFD memiliki jumlah vibrio koloni hijau yang lebih tinggi
dibandingkan tambak normal. Penyebab WFD diduga kuat disebabkan oleh kombinasi serangan
parasit Gregarin dan bakteri vibrio. Pengendalian
yang diupayakan adalah dengan aplikasi probiotik Bacillus spp., aplikasi vitamin
C serta deteksi dini berdasarkan kualitas air dan mikroba
Guna mengantisipasi
penyakit WFD maupun EMS adalah dengan adanya pemeriksaan secara rutin terhadap
kondisi kualitas lingkungan dan kesehatan udang. Alangkah baiknya jika dalam
satu kawasan budidaya udang vanname memiliki fasilitas laboratorium. Laboratorium
yang terdiri dari terampilnya kompetensi sumberdaya manusia, ketersedian
peralatan dan bahan uji serta standar metode uji analisa kualitas air maupun kesehatan udangTentu
saja hal ini akan memberikan alternatif penanganan berdasarkan data uji dari
laboratorium. Selain itu didukung dengan komitmen pembudidaya udang yang mampu
menerapkan standar Good Aquaculture Practices (GAP). Pada akhirnya tercapailah
kegiatan budidaya perikanan yang berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar