Cek Anco di salah satu tambak Situbondo (Dokumentasi Pribadi) |
Manajemen kualitas air adalah merupakan suatu upaya memanipulasi kondisi lingkungan sehingga berada dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan. Di dalam usaha perikanan, diperlukan untuk mencegah aktivitas manusia yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap kualitas air dan produksi ikan (Widjanarko, 2005). Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya (Effendi, 2003).Kualitas air yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan penurunan produksi dan akibatnya keuntungan yang diperoleh akan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kerugian (Darmono, 1991).
A. Parameter Fisika
1. Suhu
Suhu air merupakan salah satu faktor dalam kehidupan udang di tambak. Suhu air
sangat berkaitan dengan konsentrasi oksigen di dalam air dan laju konsumsi
oksigen hewan air (Tarsim, 2000). Suhu air berbanding terbalik dengan
konsentrasi oksigen di dalam air dan berbanding lurus dengan laju konsumsi
oksigen hewan air (Ahmad, 1992). Suhu air yang optimal dalam pembudidayaan
udang adalah 28-30oC. Pada suhu rendah
metabolisme udang menjadi rendah dan secara nyata berpengaruh terhadap nafsu
makan udang yang menurun (Boyd, 1989). Menurut Wardoyo (1997) menyatakan bahwa
suhu air mempengaruh reaksi kimia perairan dan reaksi biokimia di dalam tubuh
udang. Pada suhu di bawah 230C atau lebih dari 300C akan
mengalami penurunan pertumbuhan (Wyban et
al., 1995).
2 Salinitas
Salinitas
adalah total konsentrasi ion yang terlarut dalam air (Boyd, 1990). Ion - ion penyusun utama yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya salinitas adalah Chlor, Natrium, Sulfat, Magnesium, Kalsium, Kalium dan Bikarbonat. Salinitas merupakan parameter
penting karena berhubungan dengan tekanan osmotik dan ionik air baik sebagai
media internal maupun eksternal (Budiardi, 1999). Kisaran salinitas optimal
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenile udang vanname adalah 33-40
ppt dengan kisaran suhu 28-300C (Palafox et al.,1996). Wajidjah (1998) menyatakan salinitas berhubungan
dengan tingkat osmoregulasi udang. Jika salinitas diluar kisaran optimum,
pertumbuhan udang menjadi lambat karena terganggunya proses metabolisme akibat
energi lebih banyak dipergunakan untuk proses osmoregulasi.
3. pH
pH adalah logaritma negatif dari aktifitas ion hidrogen (Boyd, 1990). Perubahan kecil nilai pH
perairan memiliki pengaruh yang besar terhadap ekosistem perairan, karena nilai
pH perairan sangat berperan dalam mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi
kimia didalam air maupun reaksi suatu biokimia di dalam air.
Untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik organisme air (ikan dan udang)
memerlukan medium dengan kisaran pH antara 6.8-8.5 (Ahmad, 1991 dan Boyd,
1992). Pada pH dibawah 4,5 atau diatas 9,0 udang akan mudah sakit dan lemah,
dan nafsu makan menurun bahkan udang cenderung keropos dan berlumut. Apabila
nilai pH yang lebih besar dari 10 akan bersifat lethal bagi ikan maupun udang
(Ahmad, 1991). Umumnya, pH air tambak pada sore hari lebih tinggi daripada pagi
hari. Penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti
fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya pada pagi hari CO2
melimpah sebagai pernafasan udang (Haliman dan Adijaya, 2002). Perbaikan nilai
pH yang optimal perlu dilakukan aplikasi pengapuran pada saat masa pemeliharaan
udang di tambak (Boyd, 1982 dan Adiwidjaya dkk, 2001) yaitu menggunakan
beberapa jenis kapur yang dianjurkan dengan dosis antara 5-20 ppm (sesuaikan
dengan jenis kapur yang diaplikasikan).
4. Warna
dan Transparansi Perairan
Kecerahan
(transparancy) perairan dipengaruhi oleh bahan-bahan halus yang
melayang-layang dalam air baik berupa bahan organik seperti plankton, jasad
renik, detritus maupun berupa bahan anorganik seperti lumpur dan pasir
(Hargreaves, 1999). Dalam kolam budidaya, kepadatan plankton memegang peranan
paling besar dalam menentukan kecerahan meskipun partikel tersuspensi dalam air
juga berpengaruh. Plankton tersebut akan memberikan warna hijau, kuning,
biru-hijau, dan coklat pada air (Boyd, 2004). Selanjutnya dikatakan bahwa
kedalaman air yang dipengaruhi oleh sinar matahari (photic zone) di
danau atau tambak sekitar dua kali nilai pengamatan dengan menggunakan secchi
disk. Semakin kecil kecerahan berarti semakin kecil sinar matahari yang
masuk sampai dasar tambak yang dapat mempengaruhi aktvitas biota di daerah
tersebut.
B Parameter Kimia
1 Total Amonia Nitrogen (TAN)
Kandungan
ammonia dalam tambak berasal dari sisa metabolisme hewan air dan dari
dekomposisi bahan organik dari bakteri (Boyd, 1991). Amonia merupakan senyawa
nitrogen yang bersifat toksik bagi udang (Handojo, 1994). Konsentrasi amonia
yang mampu ditolerir untuk kehidupan udang dewasa < 0,3 ppm (Ahmad, 1991 dan
Boyd, 1989), dan ukuran benih < 0,1 ppm. Reaksi keseimbangan antara ammonia
(NH3) dan ammonium (NH4+) adalah sebagai
berikut
NH3 + H2O NH4+ +
OH+
Keseimbangan
konsentrasi ammonia bebas dan ammonium dalam air dipengaruhi oleh suhu, pH dan
salinitas. Jika pH dan suhu meningkat maka konsentrasi fraksi ammonia (NH3)
meningkat lebih tinggi daripada konsentrasi ammonium (NH4+) sehingga
meningkatkan daya racun terhadap udang (Chien, 1992). Peningkatan daya racun
amonia juga dipengaruhi oleh rendahnya kandungan O2 terlarut dalam
air (Tarsim, 2000).
2 Total Organik Matter (TOM)
Bahan
organik merupakan bahan yang dapat terdekomposisi secara aerob dan anaerob.
Konsentrasi bahan organik berpengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut
(Wardoyo, 1988). Menurut Eckenfelder dan O’Connor (1961) dalam Cholik et al.,
(1998), adanya peningkatan bahan organik dalam perairan akan diikuti dengan
peningkatan pemakaian oksigen oleh mikroorganisme pengurai sehingga kadar
oksigen menurun. Kandungan bahan organik, baik pada perairan umum maupun
petakan tambak dalam jumlah yang tinggi merupakan ancaman bagi kehidupan
organisme. Hal ini akan mengalami pengendapan dan terdekomposisi menjadi
senyawa yang bersifat racun bagi udang dan organisme lainnya, seperti hal
ammonia (NH3), dan Nitrit (NO2). Kisaran optimal
kandungan bahan organik untuk pemeliharaan udang adalah antara 50 – 60
ppm (Anonim, 2002), pendapat lain bahwa bahan organik total dan TSS (total
suspensi) berkisar antara 70 – 120 ppm.
3 Alkalinitas
Alkalinitas
adalah kapasitas buffer air yang dinyatakan dalam mg/l dari CaCO3.
Semakin sadah air, semakin baik bagi usaha budidaya ikan maupun udang dengan
nilai optimalnya 120 mg/l dan nilai maksimumnya 200 mg/l. Kesadahan total
merupakan isilah yang digunakan untuk menggambarkan proporsi ion magnesium dan
kalsium (Anonim., 1985 dan Ahmad., 1991). Parameter ini di ukur untuk
menyediakan tambak udang dengan kondisi yang identik dengan lingkungan
alaminya. Perairan dengan alkalinitas rendah mempunyai daya penyangga (buffer
capacity) yang rendah terhadap perubahan pH. Alkalinitas air sangat erat
kaitannya dengan tersedianya karbondioksida (CO2) untuk proses
fotosintesis tumbuhan air terutama fitoplankton. Kondisi alkalinitas yang
stabil dan optimal sebagai buffer pH diperlukan pengeceran salinitas dan
penumbuhan plankton serta oksigenasi yang cukup (Adiwidjaya dkk, 2003).
C. Paramater
Biologi
1 Plankton
Plankton mempunyai banyak fungsi, antara lain
sebagai pakan alami, penyangga (buffer) terhadap intensitas cahaya
matahari dan bioindikator kestabilan lingkungan air media pemeliharaan, bahan
organik yang menumpuk dalam jumlah banyak juga merupakan sarang bakteri dan
vibrio yang merugikan budidaya udang vannamei (Solis dan Ibarra, 1994 dalam Zakaria, 2010). Suyanto et al., (1991) menjelaskan bahwa terlalu tingginya populasi plankton akan
membahayakan udang pada malam hari, karena hal tersebut akan mempengaruhi
tingkat ketersediaan oksigen terlarut dalam air dan akan menjadi kompetitor
udang dalam mengambil oksigen.
Jenis
fitoplankton yang diharapkan adalah selain jenis dari kelompok alga hijau biru
(Cyanophyceae) dan selain dari kelompok Dinoflagellata.
Kepadatan plankton yang baik untuk budidaya udang adalah sekitar 80 – 120.000
sel. ml -1 (Clifford, 1992 dalam Jaya, 1999). Untuk itu para operator
tambak melakukan pemantauan kepadatan dan jenis plankton dengan pengamatan
kecerahan atau transparansi air tambak dan pengamatan warna air. Kecerahan yang
diharapkan adalah antara 30 cm dan 35 cm. Keberadaan jenis plankton yang ada di
tambak sangat tergantung pada jenis plankton yang ada di perairan pantai atau
laut. Apabila kurang maka dilakukan
pemupukan menggunakan pupuk Urea dan TSP dengan takaran masing-masing 25 dan
12,5 kg/Ha (Simon, 1988 dalam Jaya, 1999).
2 Total
Bakteri dan Total Vibrio
Salah
satu indikator penting terhadap keberhasilan budidaya udang di tambak adalah
populasi dan kelimpahan vibrio dan bakteri pada air media pemeliharaan. Menurut
Prastowo (2007), keberadaan kemelimpahan bakteri dan vibrio pada air media
pemeliharaan dapat untuk mendeteksi dini serangan penyakit, tetapi juga
sekaligus dapat menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan tambak. Lebih
lanjut dikatakan bahwa kemelimpahan vibrio 102 – 103
CFU/ml merupakan level aman, 103 – 104 CFU/ml merupakan
level stress dan > 104 CFU/ml merupakan level kritis, dengan
dominasi vibrio bakteri adalah < 5% level aman, 6 – 10% adalah level stress dan
> 10 % adalah level kritis. Selain itu, baik bakteri maupun vibrio tetap
harus diwaspadai yang berada di kolom air dan dasar sedimen tanah, juga ditubuh
organisme (udang) perlu diperhatikan kemelimpahannya (Taslihan, et al.
2003). Bakteri yang berbahaya bagi manusia dalam hewan akuatik, termasuk udang
dari budidaya di tambak adalah dari jenis Salmonella (Rukyani, A.
2002), kemelimpahan bakteri dari jenis Salmonella dalam tubuh udang
yang membahayakan bagi konsumen tidak lebih dari 105 CFU/ml.