Menepati janji,
menulis cerita perjalanan ke Bantaeng & Makassar, Sulawesi Selatan. Baiklah
untuk pembaca, harap maklum atas runtutan cerita dan banyak curhatan saya
didalamnya. Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca.
20
Januari 2017
Tabuhan alat musik di kediaman mulai
menyemarakkan pagi. Hal ini menjadi penanda bahwa di rumah tersebut sedang
diadakan acara pernikahan. Pelaminan telah terhias dengan apik, tak lupa berbagai
hidangan khas Makassar seperti Sup Konro telah terhidang di meja rumah untuk menjamu kerabat
serta tetangga mulai berdatangan ke rumah dari jam 10.00 WITA. Waktu sudah
menunjukkan pukul 10.30 WITA, saya menemani mbak Risma untuk dirias di rumah
perias pengantin. Kebetulan periasnya berhalangan hadir ke rumah, karena pada
hari yang sama harus merias 5 pengantin juga. Di rumah perias pengantin
terdapat banyak sekali koleksi gaun pengantin adat Makassar, baju bodo Makassar
beserta aksesorisnya. Tentu menjadi pengalaman pertama bagi saya melihat baju
pengantin Makassar yang berbeda dengan baju pengantin Jawa.
Setelah
mbak Risma sudah selesai didandani dan memakai gaun pengantin Makassar iaplah
kita kembali ke rumah, untuk melakukan prosesi keluarga beserta pengantin pria
mendatangi rumah pengantin perempuan. Nah, walaupun sudah sah berstatus suami
istri kedua pengantin belum bisa bersama dalam satu rumah. Keluarga pihak
pengantin pria yaitu Mas Nadyr hadir dengan membawa hantaran. Riuh suara alat musik
mengiringi prosesi ini. Selanjutnya agenda makan bersama. Setelah itu, keluarga pihak pengantin pria pulang. Eitss, masih belum selesai rangkaian
acaranya. Selang beberapa saat,kedua pengantin
dan perwakilan pihak keluarga perempuan berkunjung ke rumah Mas Nadyr.
Acara resepsi dilaksanakan selepas sholat Isya. Baiklah untuk
pertama kalinya saya memakai baju bodo Makassar. Ternyata oh ternyata, permintaan dari keluarga abang, saya diminta
untuk duduk sebagai pengiring pengantin dan duduk di pelaminan berdampingan dengan
pengantin dan calon ibu mertua. Kehadiran saya dianggap mewakili ketidakhadiran
abang Indar mengingat sedang dinas di
Bitung, Sulawesi Utara. Sebenarnya perasaan saya ada yang hilang dan
sedih karena karena berharap abang bisa hadir di pernikahan adiknya. Pasti begitu pula perasaan hati Mbak Risma dan
keluarga. Semoga kehadiran saya bisa menjadi kebahagiaan tersendiri bagi
mereka. Saat di depan pelaminan, saya merasakan tatapan penasaran bagi para
tamu yang hadir. Karena tentu saja, saya begitu asing di mata mereka. Siapakah
saya? Saat bersalaman dengan para tamu, calon Ibu mertua saya tidak segan –
segan mengenalkan saya sebagai calon menantunya. Saya hanya bisa tersenyum
sambil mengenalkan diri. Hiburan musik elekton ikut meramaikan acara resepsi
malam itu. Tentu saja, malam itu kita tak melewatkan prosesi foto – foto. Tak
terasa waktu telah menunjukkan pukul 21.15 WITA. Baiklah, waktunya pengantin
beserta rombongan meninggalkan pelaminan.
Setelah
resepsi pernikahan, tentu normalnya kita beristirahat. Nah ternyata itu bukan
pilihan kita. Saya, ibu, tante Ade, tante Hasni beserta keponakan (Hanjar, Haykal, Hari dan Ita)
serta tante Hasni menikmati malam di
Pantai Seruni. Menurut saya, kota Bantaeng termasuk daerah dengan kategori maju
pembangunannya, tata kota yang apik dan saya akui tingkat kebersihan kotanya. Yang
paling penting kerindangan pepohonan, jalan aspal mulus dan tidak ada kemacetan.
Hehe. Pantai Seruni di malam hari menawarkan pemandangan lautan berhiaskan
lampu – lampu di pepohonan. Wisatawan dapat menghabiskan waktu dengan menikmati
wisata kuliner. Saya mencicipi Sarabba’ lho. Minuman khas Makassar yang terbuat dari campuran jahe, kuning teluar, gula aren, santan dan merica bubuk yang bisa menghangatkan tubuh. Pantai Seruni akan sangat ramai pengunjungnya
ketika malam minggu tentu didominasi kaum muda. Semilir angin laut ditemani
sepiring pisang epe dan segelas sarabba bisa membuat betah duduk berlama – lama
bersama keluarga atau teman berbincang di Pantai Seruni. Selama berkunjung ke Bantaeng belajar bahasa daerah Makassar juga menjadi daya tarik bagi kami selain wisata dan kulinernya.
Kekaguman saya pada Kabupaten Bantaeng terletak pada kemajuan daerahnya dengan ditandai
berdirinya gedung tinggi menjulang dan ternyata itu adalah RSUD Bantaeng yang
baru saja diresmikan oleh Bupati Nurdin Abdullah telah siap melayani masyarakat
Bantaeng. Rumah sakit yang memiliki fasilitas komplit dan didukung tenaga medis
handal sangat dibutuhkan. Bayangkan dibutuhkan waktu perjalanan darat 4 jam
bagi pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit Makassar. Selain itu, untuk menanggulangi permasalahan pemukiman kumuh yang dihuni nelayan dan pembudidaya rumput laut di kawasan pesisir Bantaeng telah berdiri rusunawa dekat dengan Pelabuhan Bantaeng. Tentu hal ini patut diapresiasi dan dapat diaplikasikan untuk mengatasi pemukiman di wilayah pesisir. Selama di
Bantaeng memang saya belum terlalu mengeksplor tempat wisata yang lain mengingat
keterbatasan waktu. Bersabarlah put, sebentar lagi Bantaeng akan menjadi salah
satu kota tujuan untuk pulang kampung. Amin.
To
Be Continued … Part 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar