“Sudah siapkah saya menjadi seorang istri ?”
“Sudah
siapkah saya menjadi seorang ibu ?”
Pertanyaan yang akhir – akhir ini terngiang di
pikiranku. Saya siap menjadi seorang istri dan ibu. Tapi sudahkah saya
memantaskan diri untuk menjadi seorang istri dan ibu nantinya ? Di tengah
kesibukan kerja dan harus meluangkan waktu untuk persiapan pernikahan, jujur
saja begitu banyak keresahan yang melintas di hati. Pantaskah, siapkah saya
menjadi sosok istri dan ibu ? Membayangkan hidup bersama suami dan anak – anak kelak.
Ahh, rasanya seperti permen nano – nano. Bahagia, sedih, galau, perasaan udah campur
aduk. Bagi saya, menikah bukan hanya mengubah status dua insan manusia dalam
ikatan pernikahan. Menikah, juga bukan masalah siapa yang lebih dulu menikah
tapi siapa yang paling lama mempertahankan kebahagiaan. Nah ini nih (kebahagiaan)
yang sulit dan menantang dalam pernikahan. Menikah tidak hanya melulu tentang
kesiapan materi, tapi sesungguhnya menikah harus memiliki kesiapan IQ, ESQ dan
EQ (kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosi) dalam membangun rumah tangga.
Saat log in
di sosial media seperti facebook, sungguh ada perasaan iri terselip di hati,
melihat sahabat – sahabat saya telah memajang foto maupun video aktivitas bersama
istri atau suaminya beserta anak – anak yang cerdas dan lucu. Ya Allah…. Dari
media sosial itu saya terinspirasi bagaimana sahabat – sahabat saya dalam
mendidik putra – putrinya. Karena mereka begitu rajin membagikan aktivitas yang
akan dilakukan bersama buah hatinya. Membagikan berbagai kisah inspiratif tentang
perempuan, tak lupa juga berbagi resep masakan. Mereka telah menggunakan media
sosial dengan bijak, sehingga saya menjadi terinspirasi untuk mengikuti jejak
mereka. Salut.
Profesi mulia bagi seorang perempuan adalah
menjadi seorang ibu. Saya sangat menyadari kodrat seorang perempuan adalah
melahirkan generasi emas. Seorang ibu kodratnya bukan hanya “macak” (dandan),
masak, dan “manak” (memiliki anak). Sosok seorang Ibu harus siap menjadi
madrasah pertama untuk putra – putrinya. Mendidik putra – putrinya dengan budi
pekerti, ditempa dengan ilmu agama dan diperkaya ilmu pengetahuan. Seperti
kutipan oleh Dian Sastrowardoyo, “Entah akan berkarir atau ibu rumah tangga,
seorang wanita berpendidikan tinggi
karena ia akan menjadi ibu. Ibu – ibu cerdas akan menghasilkan anak – anak cerdas”.
Eitsss, terus bagaimana sosok Ayah dalam keluarga ? Tentu untuk menghasilkan
anak – anak cerdas bukan melulu semua tanggung jawab Ibu. Sosok suami atau ayah
juga turut menyumbang kecerdasan putra – putrinya kelak. Saya percaya, keluarga
hebat itu haruslah diciptakan dengan hadirnya Ibu dan Ayah dalam mendidik
generasinya.
Tulisan ini dimaksudkan
untuk berbagi perasaan penat saya dalam mempersiapkan pernikahan.
Saya terkesan santai dalam mempersiapkan
pernikahan, karena memang nggak pengen semua terlalu dipikirkan dan dibuat
stress. Dinikmati saja. Kebayang dong repotnya saya mempersiapkan pernikahan
yang akan dilaksanakan di Malang, sedangkan saya sendiri bekerja di Probolinggo
dan calon suami bekerja di Bitung, Sulawesi Utara. Hehe. Ya begitulah, harus dijalani.
Yang penting kuncinya komunikasi. Selama komunikasi antar calon pengantin dan
keluarga terjalin dengan baik, tentu semuanya dapat terlaksana dengan baik. Tentu
saya juga mengalami permasalahan dalam mempersiapkan pernikahan. Bahkan saya
sampai nangis saking dilemanya. Duh cengeng, udah mau nikah masih aja mewek. Hehe. Wajarlah,
pada saat itu perasaan saya lagi baper – bapernya, pusing, dan stress mikirin
ini itu. Lagi – lagi, persiapan mental sebelum menikah
itu penting ya guys. Ojo baperan kayak aku, yess. Toh akhirnya masalah itu udah
mendapatkan solusi terbaik.
Lho, terus sekarang sudah sejauh mana persiapan untuk
pernikahanmu ? Tentu, sejauh ini masih sesuai dengan perencanaan yang telah aku
agendakan. Agar tidak pontang – panting urus ini dan itu dengan waktu yang
mepet, sangat membantu lho buat “time
schedule”. Apalagi untuk capeng pejuang LDR (Long Distance Relationship),
harus bijak memanfaatkan waktu libur kerja dalam mempersiapkan pernikahan. Hmm,
tentu sudah buat perencanaan mulai dari budgeting
anggaran, konsep pernikahan, urus administrasi, dekorasi, rias pengantin sampai
banyak hal kecil yang harus saya lakukan. Memang belum semua selesai dilaksanakan.
Prinsipnya dijalani, dinikmati dan serahkan semuanya kepada Allah SWT. Insya
allah, semua baik – baik. Sekian dulu curhatan saya, terima kasih sudah
membaca.
With ❤
Puput
Tidak ada komentar:
Posting Komentar