Oleh : Restu Putri Astuti
Ikan Coelancanth (Ikan Purba) yang
dipajang di museum
Ikhtiologi.
Apa itu ikhtiologi?! Tidak banyak orang awam yang mengenal istilah perikanan
yang berarti ilmu yang mempelajari tentang ikan dan segala aspek kehidupannya.
Ikhtiologi merupakan bidang ilmu dasar yang harus dipahami oleh mahasiswa
perikanan. Karena dengan mempelajari dan memahami ikhtiologi kita dapat
mengenal distribusi ikan, morfologi dan anatomi ikan, sistem organ dan
klasifikasi ikan. Saya begitu tergugah
dengan kekayaan hayati Indonesia terutama spesies ikan yang diperkirakan 8.500
jenis ikan hidup di perairan Indonesia, namun sampai saat ini Indonesia belum
memiliki museum sekelas American Museum of Natural History (AMNH). Minimnya
pengetahuan kekayaan sumberdaya ikan terlihat dari masih terfokusnya pemerintah
pada konservasi spesies, ekosistem dan genetik. Seperti pada Museum Zoology
Bogor baru memiliki koleksi 68% dari jumlah ikan air tawar dan ikan laut yang
masih sangat sedikit. Selain itu, Bukankah ada Sea World di Jakarta ataupun
Museum Satwa di Kota Batu?! Lantas apa bedanya. Kita sudah punya ! Menurut saya
keduanya masih belum bisa disetarakan sebagai museum sekelas NNMH. Keduanya
masih sama peruntukkannya, untuk wisata pendidikan. Coba saja tengok di
youtube, betapa tergiurnya hasrat saya saat melongok via online seperti apa
NNMH. Begitu besar peranan museum bagi kemajuan pemikiran dan pengetahuan di
suatu negara. Begitu banyak ahli yang terlibat sebagai kurator dan peneliti
ikan. Dan bayangkan ada + 300.000.000 koleksi ikan dari penjuru dunia
memenuhi museum NNMH. Waaw,
Kita manusia Indonesia
masih saja memandang, museum adalah tempatnya barang kuno bertemu, membosankan,
dan tidak berdampak apapun untuk kehidupan kita. Jujur saja, mungkin tiap dari
kita tidak lebih dari 5 kali dalam hidup kita mengunjungi museum. Entah karena
enggan atau memang tidak ada museum yang menarik untuk kunjungi. Tren
masyarakat lebih menyukai tempat yang bisa dijadikan spot untuk bergroufie dan selfie
ria. Nah memang selfie dan groufie dengan ikan tidak bisa?! Hehe. Memang di
beberapa universitas dengan jurusan perikanan di Indonesia memiliki berbagai
koleksi jenis ikan dalam bentuk awetan. Namun tentu, itu hanya koleksi untuk
kalangan sendiri.
Sayang, ditengah hiruk
pikuknya manuver pembangunan, aspek pengembangan ilmu pengetahuan belum menjadi
prioritas. Urgensi keberadaan Museum Ikhtiologi Indonesia (MII) adalah begitu
sporadisnya kerusakan ekosistem yang mengancam keanekaragaman hayati Indonesia.
Belum lagi masalah perubahan iklim dan kebijakan pemerintah yang belum berpihak
pada pengembangan ilmu pengetahuan lewat museum. Perlu dilakukan segera
kegiatan eksplorasi dan ekspedisi tentang ikan – ikan Indonesia tidak hanya di
pulau utama, tapi hingga ke pulau kecil. Belum lagi, masih terbatasnya
sumberdaya manusia di bidang ikhtiologi yang selalu penemuan ikan didominasi
oleh peneliti asing. Seperti Kottelat dkk (1993) yang telah mempublikasikan 75
jenis ikan baru perairan tawar khususnya Sulawesi dan Allen (1993) ikan papua.
Baru – baru ini, ada seorang ahli ikhtiologi Indonesia Kadarusman,PhD yang
dikenal kiprahnya karena telah menemukan ikan rainbow papua bersama tim
peneliti Prancis.
Seperti halnya yang
saya pikirkan, tentang keberadaan Museum Ikhtiologi Indonesia. Museum yang
terdiri dari ratusan ribu koleksi ikan seluruh Indonesia, ditangani oleh
peneliti ikhtiologi, dan tiap tahunnya selalu dikunjungi jutaan orang. Bukan
sekedar tempat wisata biasa. Museum Ikhtiologi Indonesia (MII) diharapkan
menjadi pusat pengetahuan tentang ikan dan segala aspek kehidupannya. Bukan
hanya tempat awetan ikan, tapi menjadi database dan brankas DNA ikan Indonesia.
Museum Ikhtiologi Indonesia menjadi tempat riset, pendidikan, dan wisata. Tentu
jika Museum Ikhtiologi Indonesia ini bisa diwujudkan bisa dipastikan membuka
peluang kerja baru bagi sarjana perikanan sebagai “ichthyologist” atau ahli
ikhtiologi. Tidak hanya itu, tentu dengan dibukanya MII membuka lapangan pekerjaan
lainnya dan menggerakkan perekonomian dari sektor wisata. MII pasti menjadi
daya tarik baru bagi kerjasama riset negara lain yang lebih pioneer di bidang
ikhtiologi. MII menjadi tempat transfer ilmu dan keahlian. Hmm hanya dengan
membayangkan saja menyenangkan, apalagi bisa diwujudkan. Bahagianya. MII,
investasi masa depan Indonesia untuk menjaga keanekaragaman hayati terutama
ikan. Ketika nanti kelak anak cucu kita bertanya tentang ikan coelacanth itu
seperti apa. Kita tinggal mengajak mereka mengunjungi Museum Ikhtiologi
Indonesia dan menemukan berbagai koleksi ikan yang bisa kita ceritakan. Saya
pun berharap dengan adanya MII kita sebagai ahli ikhtiologi maupun pemerhati
perikanan dapat mempelajari berbagai perubahan (evolusi) dan distribusi ikan di
masa mendatang akibat faktor alam seperti global warming. Bukankah itu penting
bagi kehidupan kita manusia yang dianugerahi akal dan nurani.
Satu hal terakhir yang perlu
dipastikan, siapakah investor yang berminat mewujudkan gagasan saya? J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar