Sosok Aktivis Sejati, Soe Hok Gie
Oleh
: Restu Putri Astuti
Soe
Hok Gie. Sosok pemuda modernisator populis. Langka. Ya langka. Sulit sekali
pada zaman serba modern ditemui sosok pemuda seperti Soe Hok Gie. Mengapa
sulit? Dari historis yang saya baca dari buku “Zaman Peralihan” dan film Gie
yang dibintangi Nicholas Saputra beliau merupakan seorang yang menguji
pengetahuan yang dimiliki kepada kenyataan kehidupan ditengah masyarakat. Idealis
atau apatis. Dan idealislah yang dia pilih. Sejauh-jauhnya. Di tengah zaman
peralihan dari Orde Lama menjadi Orde Baru, kawan-kawan aktivis seperjuangannya
berubah haluan menjadi kaum birokrat yang menjelma berebut kreditan mobil
Holden. Hok Gie tetap menjadi pemuda idealis hingga diakhir hayatnya.
Kutipan
puisi favorit Soe Hok Gie “Berbahagialah mereka yang mati muda”. Dan benar saja
diumur yang masih muda 27 tahun, Hok Gie menghembuskan nafas terakhirnya di
Puncak Gunung Semeru, tepat sehari sebelum ulang tahunnya. Naik turun gunung
menjadi aktivitas yang tak terlepas dari Hok Gie. Pendiri MAPALA UI itu memang
terkadung kasmaran dengan gunung. Dia beralasan dengan pertumbuhan fisik yang
sehat akan menunjang pertumbuhan jiwa yang sehat pula. Mencintai sesuatu dengan
mengenal obyeknya. Itulah alasannya naik gunung. Hok Gie kecil memang terlahir
sebagai pemuda kecil yang kritis, melahap berbagai judul buku untuk memperkaya pemikirannya dan
tak lupa menuliskannya di buku harian. Tak sekali dua kali dia bersinggungan
dengan Ibu maupun gurunya. Mempertanyakan hal yang bagi Hok Gie tidak benar di
hatinya.
Menjadi
seorang aktivis bagi Soe Hok Gie memainkan peran kaum intelektual dalam
mengasah sensitivitas terhadap permasalahan yang timbul di masyarakat. Soe Hok
Gie tak segan berteriak lantang dari demo ke demo, menuangkan kritikan tajam
dengan analisisnya kepada pemerintahan di berbagai media, tetapi juga menikmati
kehidupannya menjadi seorang mahasiswa FSUI. Hok Gie menjadi orang pertama yang
mengkritik tajam pemerintah terhadap pembunuhan eks PKI/Gestapu. Hok Gie
menjadi aktor adanya aliansi mahasiswa-ABRI di zamannya. Bahkan Hok Gie tak
segan mengkritik teman sesama aktivis yang menjelma menjadi birokrat haus
kekuasaan. Diujung karirnya sebagai mahasiswa setelah 6,5 tahun, ternyata Soe
Hok Gie mengalami kegalauan. Karena di dunia mahasiswa, dia merasa hidup. Pasca
mahasiswa sebagai dosen di FSUI masa paling tidak menarik baginya. Tak melulu
tentang politik, kisah cinta menjadi bagian dari perjalanannya, dua kali ia pacaran dan gagal karena ditolak
keluarga sang pacar. Kisah persahabatannya dengan kawan-kawannya menjadi
bingkai manis dalam hidup Soe Hok Gie.
Berbicara
aktivis muda saat ini kurang peka terhadap masyarakat dan lingkungan di
sekitarnya. Terlalu terlena akan kesibukan kampus yang menghimpit 4 tahun wajib
lulus. Dilema. Aktivis saat ini serasa melompom. Kehilangan suara dan
pergerakan. Mungkin karena kurangnya sosok panutan yang menjadi inspirator.
Oya, ternyata menurut Dr. Kuntowijoyo pergerakan aktivis muda saat ini
cenderung memilih isu-isu kemasyarakatan di lapisan bawah dan tak jarang timbul
karena adanya penapisan dana. Pemuda jarang sekali yang berani lantang bersuara
seperti Soe Hok Gie dengan mencantumkan nama dan kronologis berdasarkan fakta
dan analisisnya. Melakukan pergerakan. Memang tidak salah, aktivis terjun
langsung ke pelosok desa untuk memerankan kepekaan sosial masyarakat tetapi
yang perlu kita cermati sesekali aktivis muda harus bergerak mempertanyakan,
memperingatkan dan memberikan solusi kepada pemerintah tentang permasalahan
bangsa saat ini.
Kekaguman
saya terhadap sosok Soe Hok Gie membuat saya berangan. Andai Indonesia memiliki
1 orang seperti Soe Hok Gie eh tidak 10 bahkan seratus pemuda-pemudi yang
menginspirasi karena pergerakan dan pemikiran. Tidak silau akan iming-iming
kekuasaan, berbudi pekerti luhur dan intelektual. Adakah di Indonesia ini sosok
seperti dia? Jika Soe Hok Gie masih hidup, akankah dia tetap idealis atau
menjadi bagian kompromis di 44 tahun
(usia seharusnya jika Hok Gie hidup di 2013) masa tuanya ?Soe Hok Gie, akankah
masuk surga? Masuk surga pemikiran dan tindakan dalam jiwa-jiwa aktivis muda
zaman sekarang. Sebuah pertanyaan yang menggelitik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar