Sabtu, 07 Maret 2015

Tentang Kita


Malam minggu ke-116, kita warnai lagi dengan pelangi dengan cara kita sendiri. Tidak seperti pasangan normal lainnya, yang melewatkan kebersamaan dengan aktivitas menyenangkan seperti menonton film, hangout bareng di cafĂ© bersama teman2, ataupun bertandang ke rumah “camer”. Kita berdua bahagia dengan sapaan ceria di ujung telepon, sesekali bertatap muka lewat skype, dan tak perlu menunggu malam minggu. Setiap pagi kita memiliki rutinitas wajib untuk saling menyapa. Seperti lagu Ran “Dekat di Hati” “Dering teleponku, membuatku tersenyum di pagi hari”, berbincang panjang lebar hingga membuat kita berdua kerap terlambat beraktivitas. Apalagi masalah debat politik, pasti nggak ada yang mau kalah. Kalo udah cerita masak apa hari ini. Tukeran foto via bbm, dan masakan dia lebih enak (keliatannya dan katanya), aku merasa sedih karena belum jago masak kayak dia (pengennya dimasakin sih, ehehe). Ayo semangat belajar memasak. Dan karena kita cinta Indonesia, otomatis bahasa percakapannya Bahasa Indonesia. Nggak mungkin dong, aku ngomong bahasa Jawa, terus dia bahasa Makassar. Ya sementara kita masih mencicil kosakata dari masing2 bahasa Jawa dan Makassar. Seringnya mah dia ungkit ungkit dialek Jawa dan aku membalasnya dengan “ongkots”nya itu. Hahaha. Paling asik kalo udah diskusi masalah kultur budaya Jawa dan Makassar.  Membuka wawasan deh jadinya. Komunikasi menjadi faktor penting dalam tiap hubungan. Bukan hanya kita antar sesama manusia, tapi kepada Tuhan bahkan semesta.
Kita bukan pasangan romantis. Kamu sepertiku, yang suka membaca buku, berdiskusi, bercerita dan  aku yang paling cerewet. Romantisnya kita, selalu ada untuk mendukung dan mengingatkan satu sama lain. Terkadang juga bertengkar, tapi tak lama kita berbaikan lagi. Selanjutnya, romantis menurutku, saat mendengarmu setiap malam (ditelepon) jatuh tertidur, akibat “kecerewetanku” dalam bercerita ini itu. Kerap kali, kamu memintaku untuk mendongeng yang nyaris tak pernah selesai akibat kamu tertidur lagi, bahkan membawakan nyanyian pengantar tidur semacam ninabobo selalu dengan manis diakhiri dengan dengkuran halusmu itu. Aaa, begitulah kita.
Jarak, waktu. Itu bukan menjadi alasan untuk kita tidak bersama. Malang – Makassar setahun yang lalu, dengan perbedaan waktu 1 jam. Aku WIB dan kamu WITA. Sekarang  di tahun kedua lebih LDRnya lebih ajaib lagi, Malang – Jambi. Kita, WIB. Yeay. Ya jarak dan waktu selama ini menjadi penghalang kita. Suka duka, telah banyak kita lewati selama ini. Berat lho LDR itu. Karena kita diuji, saat kita tak bersama. Akankah kita tetap memenuhi komitmen yang sudah kita jalani? Tetapi terkadang aku merasa, kita bisa fokus untuk meraih apa yang ingin kita raih. Masalah?! Ya banyak, galau juga pasti. Membicarakan baik-baik permasalahan, menemukan solusi dan saling mengevaluasi diri. Keyakinan kita berdua yang selalu membawa kembali. Kedekatan secara fisik selayaknya pasangan normal lainnya, agaknya masih sulit dipenuhi dalam waktu dekat ini. Kita seakan harus terbiasa tak melihat, tapi merasakan kehadiran kita melalui dukungan dan doa. Karena sejauh apapun jarak dan waktu, doa pasti akan sampai.
Meski kau kini jauh disana, kita memandang langit sama.
Jauh di mata, namun kau dekat di hati.
Jarak dan waktu takkan berarti.
Bagai detak jantung yang kubawa kemanapun ku pergi.

Jika sekarang kita belum bisa bersama, semoga hati dan pemikiran kita selalu selaras. Percayalah, apa yang kita lakukan saat ini, bukan pengorbanan, tapi memperjuangkan masa depan. Kita bersama merajut asa untuk masa depan. Masa depanku, dan kamu. Masa depan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi Ibu

  Perempuan memiliki fitrah untuk menjadi seorang ibu, tapi saya sendiri pun menyadari bahwa saya terlahir pada generasi perempuan yang tida...