Minggu, 19 Februari 2017

Manajemen Kualitas Air dalam Budidaya Udang Vanname

Cek Anco di salah satu tambak Situbondo (Dokumentasi Pribadi)

Manajemen kualitas air adalah merupakan suatu upaya memanipulasi kondisi lingkungan sehingga berada dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan. Di dalam usaha perikanan, diperlukan untuk mencegah aktivitas manusia yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap kualitas air dan produksi ikan (Widjanarko, 2005). Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya (Effendi, 2003).Kualitas air yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan penurunan produksi dan akibatnya keuntungan yang diperoleh akan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kerugian (Darmono, 1991). 
A. Parameter Fisika
1.  Suhu
Suhu air merupakan salah satu faktor  dalam kehidupan udang di tambak. Suhu air sangat berkaitan dengan konsentrasi oksigen di dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air (Tarsim, 2000). Suhu air berbanding terbalik dengan konsentrasi oksigen di dalam air dan berbanding lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air (Ahmad, 1992). Suhu air yang optimal dalam pembudidayaan udang adalah 28-30oC. Pada suhu rendah metabolisme udang menjadi rendah dan secara nyata berpengaruh terhadap nafsu makan udang yang menurun (Boyd, 1989). Menurut Wardoyo (1997) menyatakan bahwa suhu air mempengaruh reaksi kimia perairan dan reaksi biokimia di dalam tubuh udang. Pada suhu di bawah 230C atau lebih dari 300C akan mengalami penurunan pertumbuhan (Wyban et al., 1995).  
2 Salinitas
Salinitas adalah total konsentrasi ion yang terlarut dalam air (Boyd, 1990). Ion - ion penyusun utama yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya salinitas adalah Chlor, Natrium, Sulfat, Magnesium, Kalsium, Kalium dan Bikarbonat. Salinitas merupakan parameter penting karena berhubungan dengan tekanan osmotik dan ionik air baik sebagai media internal maupun eksternal (Budiardi, 1999). Kisaran salinitas optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenile udang vanname adalah 33-40 ppt dengan kisaran suhu 28-300C (Palafox et al.,1996). Wajidjah (1998) menyatakan salinitas berhubungan dengan tingkat osmoregulasi udang. Jika salinitas diluar kisaran optimum, pertumbuhan udang menjadi lambat karena terganggunya proses metabolisme akibat energi lebih banyak dipergunakan untuk proses osmoregulasi.
3. pH 
pH adalah logaritma negatif dari aktifitas ion hidrogen (Boyd, 1990). Perubahan kecil nilai pH perairan memiliki pengaruh yang besar terhadap ekosistem perairan, karena nilai pH perairan sangat berperan dalam mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia didalam air maupun reaksi suatu biokimia di dalam air. Untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik organisme air (ikan dan udang) memerlukan medium dengan kisaran pH antara 6.8-8.5 (Ahmad, 1991 dan Boyd, 1992). Pada pH dibawah 4,5 atau diatas 9,0 udang akan mudah sakit dan lemah, dan nafsu makan menurun bahkan udang cenderung keropos dan berlumut. Apabila nilai pH yang lebih besar dari 10 akan bersifat lethal bagi ikan maupun udang (Ahmad, 1991). Umumnya, pH air tambak pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari. Penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya pada pagi hari CO2 melimpah sebagai pernafasan udang (Haliman dan Adijaya, 2002). Perbaikan nilai pH yang optimal perlu dilakukan aplikasi pengapuran pada saat masa pemeliharaan udang di tambak (Boyd, 1982 dan Adiwidjaya dkk, 2001) yaitu menggunakan beberapa jenis kapur yang dianjurkan dengan dosis antara 5-20 ppm (sesuaikan dengan jenis kapur yang diaplikasikan).
4. Warna dan Transparansi Perairan
Kecerahan (transparancy) perairan dipengaruhi oleh bahan-bahan halus yang melayang-layang dalam air baik berupa bahan organik seperti plankton, jasad renik, detritus maupun berupa bahan anorganik seperti lumpur dan pasir (Hargreaves, 1999). Dalam kolam budidaya, kepadatan plankton memegang peranan paling besar dalam menentukan kecerahan meskipun partikel tersuspensi dalam air juga berpengaruh. Plankton tersebut akan memberikan warna hijau, kuning, biru-hijau, dan coklat pada air (Boyd, 2004). Selanjutnya dikatakan bahwa kedalaman air yang dipengaruhi oleh sinar matahari (photic zone) di danau atau tambak sekitar dua kali nilai pengamatan dengan menggunakan secchi disk. Semakin kecil kecerahan berarti semakin kecil sinar matahari yang masuk sampai dasar tambak yang dapat mempengaruhi aktvitas biota di daerah tersebut.
B Parameter Kimia
1 Total Amonia Nitrogen (TAN)
Kandungan ammonia dalam tambak berasal dari sisa metabolisme hewan air dan dari dekomposisi bahan organik dari bakteri (Boyd, 1991). Amonia merupakan senyawa nitrogen yang bersifat toksik bagi udang (Handojo, 1994). Konsentrasi amonia yang mampu ditolerir untuk kehidupan udang dewasa < 0,3 ppm (Ahmad, 1991 dan Boyd, 1989), dan ukuran benih < 0,1 ppm. Reaksi keseimbangan antara ammonia (NH3) dan ammonium (NH4+) adalah sebagai berikut
NH3 + H2O                  NH4+ + OH+

Keseimbangan konsentrasi ammonia bebas dan ammonium dalam air dipengaruhi oleh suhu, pH dan salinitas. Jika pH dan suhu meningkat maka konsentrasi fraksi ammonia (NH3) meningkat lebih tinggi daripada konsentrasi ammonium (NH4+) sehingga meningkatkan daya racun terhadap udang (Chien, 1992). Peningkatan daya racun amonia juga dipengaruhi oleh rendahnya kandungan O2 terlarut dalam air (Tarsim, 2000).
2 Total Organik Matter (TOM)
            Bahan organik merupakan bahan yang dapat terdekomposisi secara aerob dan anaerob. Konsentrasi bahan organik berpengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut (Wardoyo, 1988). Menurut Eckenfelder dan O’Connor (1961) dalam Cholik et al., (1998), adanya peningkatan bahan organik dalam perairan akan diikuti dengan peningkatan pemakaian oksigen oleh mikroorganisme pengurai sehingga kadar oksigen menurun. Kandungan bahan organik, baik pada perairan umum maupun petakan tambak dalam jumlah yang tinggi merupakan ancaman bagi kehidupan organisme. Hal ini akan mengalami pengendapan dan terdekomposisi menjadi senyawa yang bersifat racun bagi udang dan organisme lainnya, seperti hal ammonia (NH3), dan Nitrit (NO2). Kisaran optimal kandungan bahan organik untuk pemeliharaan udang adalah antara  50 – 60 ppm (Anonim, 2002), pendapat lain bahwa bahan organik total dan TSS (total suspensi) berkisar antara 70 – 120 ppm. 
3 Alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas buffer air yang dinyatakan dalam mg/l dari CaCO3. Semakin sadah air, semakin baik bagi usaha budidaya ikan maupun udang dengan nilai optimalnya 120 mg/l dan nilai maksimumnya 200 mg/l. Kesadahan total merupakan isilah yang digunakan untuk menggambarkan proporsi ion magnesium dan kalsium (Anonim., 1985 dan Ahmad., 1991). Parameter ini di ukur untuk menyediakan tambak udang dengan kondisi yang identik dengan lingkungan alaminya. Perairan dengan alkalinitas rendah mempunyai daya penyangga (buffer capacity) yang rendah terhadap perubahan pH. Alkalinitas air sangat erat kaitannya dengan tersedianya karbondioksida (CO2) untuk proses fotosintesis tumbuhan air terutama fitoplankton. Kondisi alkalinitas yang stabil dan optimal sebagai buffer pH diperlukan pengeceran salinitas dan penumbuhan plankton serta oksigenasi yang cukup (Adiwidjaya dkk, 2003).
C. Paramater Biologi
1  Plankton
Plankton mempunyai banyak fungsi, antara lain sebagai pakan alami, penyangga (buffer) terhadap intensitas cahaya matahari dan bioindikator kestabilan lingkungan air media pemeliharaan, bahan organik yang menumpuk dalam jumlah banyak juga merupakan sarang bakteri dan vibrio yang merugikan budidaya udang vannamei (Solis dan Ibarra, 1994 dalam Zakaria, 2010).  Suyanto et al., (1991) menjelaskan bahwa terlalu tingginya populasi plankton akan membahayakan udang pada malam hari, karena hal tersebut akan mempengaruhi tingkat ketersediaan oksigen terlarut dalam air dan akan menjadi kompetitor udang dalam mengambil oksigen.
Jenis fitoplankton yang diharapkan adalah selain jenis dari kelompok alga hijau biru (Cyanophyceae) dan selain dari kelompok Dinoflagellata. Kepadatan plankton yang baik untuk budidaya udang adalah sekitar 80 – 120.000 sel. ml -1 (Clifford, 1992 dalam Jaya, 1999). Untuk itu para operator tambak melakukan pemantauan kepadatan dan jenis plankton dengan pengamatan kecerahan atau transparansi air tambak dan pengamatan warna air. Kecerahan yang diharapkan adalah antara 30 cm dan 35 cm. Keberadaan jenis plankton yang ada di tambak sangat tergantung pada jenis plankton yang ada di perairan pantai atau laut.  Apabila kurang maka dilakukan pemupukan menggunakan pupuk Urea dan TSP dengan takaran masing-masing 25 dan 12,5 kg/Ha (Simon, 1988 dalam Jaya, 1999).
2 Total Bakteri dan Total Vibrio
Salah satu indikator penting terhadap keberhasilan budidaya udang di tambak adalah populasi dan kelimpahan vibrio dan bakteri pada air media pemeliharaan. Menurut Prastowo (2007), keberadaan kemelimpahan bakteri dan vibrio pada air media pemeliharaan dapat untuk mendeteksi dini serangan penyakit,  tetapi juga sekaligus dapat menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan tambak. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemelimpahan vibrio 102 – 103 CFU/ml merupakan level aman, 103 – 104 CFU/ml merupakan level stress dan > 104 CFU/ml merupakan level kritis, dengan dominasi vibrio bakteri adalah < 5% level aman, 6 – 10% adalah level stress dan > 10 % adalah level kritis. Selain itu, baik bakteri maupun vibrio tetap harus diwaspadai yang berada di kolom air dan dasar sedimen tanah, juga ditubuh organisme (udang) perlu diperhatikan kemelimpahannya (Taslihan, et al. 2003). Bakteri yang berbahaya bagi manusia dalam hewan akuatik, termasuk udang dari budidaya di tambak adalah dari jenis Salmonella (Rukyani, A. 2002), kemelimpahan bakteri dari jenis Salmonella dalam tubuh udang yang membahayakan bagi konsumen tidak lebih dari 105 CFU/ml.

Selasa, 07 Februari 2017

Siapkah saya untuk menikah ?



“Sudah siapkah saya menjadi seorang istri ?”
“Sudah siapkah saya menjadi seorang ibu ?”

Pertanyaan yang akhir – akhir ini terngiang di pikiranku. Saya siap menjadi seorang istri dan ibu. Tapi sudahkah saya memantaskan diri untuk menjadi seorang istri dan ibu nantinya ? Di tengah kesibukan kerja dan harus meluangkan waktu untuk persiapan pernikahan, jujur saja begitu banyak keresahan yang melintas di hati. Pantaskah, siapkah saya menjadi sosok istri dan ibu ? Membayangkan hidup bersama suami dan anak – anak kelak. Ahh, rasanya seperti permen nano – nano.  Bahagia, sedih, galau, perasaan udah campur aduk. Bagi saya, menikah bukan hanya mengubah status dua insan manusia dalam ikatan pernikahan. Menikah, juga bukan masalah siapa yang lebih dulu menikah tapi siapa yang paling lama mempertahankan kebahagiaan. Nah ini nih (kebahagiaan) yang sulit dan menantang dalam pernikahan. Menikah tidak hanya melulu tentang kesiapan materi, tapi sesungguhnya menikah harus memiliki kesiapan IQ, ESQ dan EQ (kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosi) dalam membangun rumah tangga.
Saat log in di sosial media seperti facebook, sungguh ada perasaan iri terselip di hati, melihat sahabat – sahabat saya telah memajang foto maupun video aktivitas bersama istri atau suaminya beserta anak – anak yang cerdas dan lucu. Ya Allah…. Dari media sosial itu saya terinspirasi bagaimana sahabat – sahabat saya dalam mendidik putra – putrinya. Karena mereka begitu rajin membagikan aktivitas yang akan dilakukan bersama buah hatinya. Membagikan berbagai kisah inspiratif tentang perempuan, tak lupa juga berbagi resep masakan. Mereka telah menggunakan media sosial dengan bijak, sehingga saya menjadi terinspirasi untuk mengikuti jejak mereka. Salut.
Profesi mulia bagi seorang perempuan adalah menjadi seorang ibu. Saya sangat menyadari kodrat seorang perempuan adalah melahirkan generasi emas. Seorang ibu kodratnya bukan hanya “macak” (dandan), masak, dan “manak” (memiliki anak). Sosok seorang Ibu harus siap menjadi madrasah pertama untuk putra – putrinya. Mendidik putra – putrinya dengan budi pekerti, ditempa dengan ilmu agama dan diperkaya ilmu pengetahuan. Seperti kutipan oleh Dian Sastrowardoyo, “Entah akan berkarir atau ibu rumah tangga, seorang wanita  berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu – ibu cerdas akan menghasilkan anak – anak cerdas”. Eitsss, terus bagaimana sosok Ayah dalam keluarga ? Tentu untuk menghasilkan anak – anak cerdas bukan melulu semua tanggung jawab Ibu. Sosok suami atau ayah juga turut menyumbang kecerdasan putra – putrinya kelak. Saya percaya, keluarga hebat itu haruslah diciptakan dengan hadirnya Ibu dan Ayah dalam mendidik generasinya.

Tulisan ini dimaksudkan untuk berbagi perasaan penat saya dalam mempersiapkan pernikahan.

Saya terkesan santai dalam mempersiapkan pernikahan, karena memang nggak pengen semua terlalu dipikirkan dan dibuat stress. Dinikmati saja. Kebayang dong repotnya saya mempersiapkan pernikahan yang akan dilaksanakan di Malang, sedangkan saya sendiri bekerja di Probolinggo dan calon suami bekerja di Bitung, Sulawesi Utara. Hehe. Ya begitulah, harus dijalani. Yang penting kuncinya komunikasi. Selama komunikasi antar calon pengantin dan keluarga terjalin dengan baik, tentu semuanya dapat terlaksana dengan baik. Tentu saya juga mengalami permasalahan dalam mempersiapkan pernikahan. Bahkan saya sampai nangis saking dilemanya. Duh cengeng, udah  mau nikah masih aja mewek. Hehe. Wajarlah, pada saat itu perasaan saya lagi baper – bapernya, pusing, dan stress mikirin ini itu.   Lagi – lagi, persiapan mental sebelum menikah itu penting ya guys. Ojo baperan kayak aku, yess. Toh akhirnya masalah itu udah mendapatkan solusi terbaik.
Lho, terus sekarang sudah sejauh mana persiapan untuk pernikahanmu ? Tentu, sejauh ini masih sesuai dengan perencanaan yang telah aku agendakan. Agar tidak pontang – panting urus ini dan itu dengan waktu yang mepet, sangat membantu lho buat “time schedule”. Apalagi untuk capeng pejuang LDR (Long Distance Relationship), harus bijak memanfaatkan waktu libur kerja dalam mempersiapkan pernikahan. Hmm, tentu sudah buat perencanaan mulai dari budgeting anggaran, konsep pernikahan, urus administrasi, dekorasi, rias pengantin sampai banyak hal kecil yang harus saya lakukan. Memang belum semua selesai dilaksanakan. Prinsipnya dijalani, dinikmati dan serahkan semuanya kepada Allah SWT. Insya allah, semua baik – baik. Sekian dulu curhatan saya, terima kasih sudah membaca.
                                                                                                                With ❤ 
                                                                                                                 Puput






Sabtu, 04 Februari 2017

Sekelumit Cerita tentang Perjalanan ke Bantaeng & Makassar (Part 2)


Menepati janji, menulis cerita perjalanan ke Bantaeng & Makassar, Sulawesi Selatan. Baiklah untuk pembaca, harap maklum atas runtutan cerita dan banyak curhatan saya didalamnya. Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca.

20 Januari 2017
          Tabuhan alat musik di kediaman mulai menyemarakkan pagi. Hal ini menjadi penanda bahwa di rumah tersebut sedang diadakan acara pernikahan. Pelaminan telah terhias dengan apik, tak lupa berbagai hidangan khas Makassar seperti Sup Konro telah terhidang di meja rumah untuk menjamu kerabat serta tetangga mulai berdatangan ke rumah dari jam 10.00 WITA. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 WITA, saya menemani mbak Risma untuk dirias di rumah perias pengantin. Kebetulan periasnya berhalangan hadir ke rumah, karena pada hari yang sama harus merias 5 pengantin juga. Di rumah perias pengantin terdapat banyak sekali koleksi gaun pengantin adat Makassar, baju bodo Makassar beserta aksesorisnya. Tentu menjadi pengalaman pertama bagi saya melihat baju pengantin Makassar yang berbeda dengan baju pengantin Jawa.
Setelah mbak Risma sudah selesai didandani dan memakai gaun pengantin Makassar iaplah kita kembali ke rumah, untuk melakukan prosesi keluarga beserta pengantin pria mendatangi rumah pengantin perempuan. Nah, walaupun sudah sah berstatus suami istri kedua pengantin belum bisa bersama dalam satu rumah. Keluarga pihak pengantin pria yaitu Mas Nadyr hadir dengan membawa hantaran. Riuh suara alat musik mengiringi prosesi ini. Selanjutnya agenda makan bersama.  Setelah itu, keluarga pihak pengantin pria pulang. Eitss, masih belum selesai rangkaian acaranya. Selang beberapa saat,kedua pengantin dan perwakilan pihak keluarga perempuan berkunjung ke rumah Mas Nadyr. 
Acara resepsi dilaksanakan selepas sholat Isya. Baiklah untuk pertama kalinya saya memakai baju bodo Makassar. Ternyata oh ternyata,  permintaan dari keluarga abang, saya diminta untuk duduk sebagai pengiring pengantin dan duduk di pelaminan berdampingan dengan pengantin dan calon ibu mertua. Kehadiran saya dianggap mewakili ketidakhadiran abang Indar mengingat sedang dinas di  Bitung, Sulawesi Utara. Sebenarnya perasaan saya ada yang hilang dan sedih karena karena berharap abang bisa hadir di pernikahan adiknya.  Pasti begitu pula perasaan hati Mbak Risma dan keluarga. Semoga kehadiran saya bisa menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Saat di depan pelaminan, saya merasakan tatapan penasaran bagi para tamu yang hadir. Karena tentu saja, saya begitu asing di mata mereka. Siapakah saya? Saat bersalaman dengan para tamu, calon Ibu mertua saya tidak segan – segan mengenalkan saya sebagai calon menantunya. Saya hanya bisa tersenyum sambil mengenalkan diri. Hiburan musik elekton ikut meramaikan acara resepsi malam itu. Tentu saja, malam itu kita tak melewatkan prosesi foto – foto. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 21.15 WITA. Baiklah, waktunya pengantin beserta rombongan meninggalkan pelaminan. 
Setelah resepsi pernikahan, tentu normalnya kita beristirahat. Nah ternyata itu bukan pilihan kita. Saya, ibu, tante Ade, tante Hasni beserta keponakan (Hanjar, Haykal, Hari dan Ita) serta  tante Hasni menikmati malam di Pantai Seruni. Menurut saya, kota Bantaeng termasuk daerah dengan kategori maju pembangunannya, tata kota yang apik dan saya akui tingkat kebersihan kotanya. Yang paling penting kerindangan pepohonan, jalan aspal mulus dan tidak ada kemacetan. Hehe. Pantai Seruni di malam hari menawarkan pemandangan lautan berhiaskan lampu – lampu di pepohonan. Wisatawan dapat menghabiskan waktu dengan menikmati wisata kuliner. Saya mencicipi Sarabba’ lho. Minuman khas Makassar yang terbuat dari campuran jahe, kuning teluar, gula aren, santan dan merica bubuk yang bisa menghangatkan tubuh. Pantai Seruni akan sangat ramai pengunjungnya ketika malam minggu tentu didominasi kaum muda. Semilir angin laut ditemani sepiring pisang epe dan segelas sarabba bisa membuat betah duduk berlama – lama bersama keluarga atau teman berbincang di Pantai Seruni. Selama berkunjung ke Bantaeng belajar bahasa daerah Makassar juga menjadi daya tarik bagi kami selain wisata dan kulinernya. 
Kekaguman saya pada Kabupaten Bantaeng terletak pada kemajuan daerahnya dengan ditandai berdirinya gedung tinggi menjulang dan ternyata itu adalah RSUD Bantaeng yang baru saja diresmikan oleh Bupati Nurdin Abdullah telah siap melayani masyarakat Bantaeng. Rumah sakit yang memiliki fasilitas komplit dan didukung tenaga medis handal sangat dibutuhkan. Bayangkan dibutuhkan waktu perjalanan darat 4 jam bagi pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit Makassar. Selain itu,  untuk menanggulangi permasalahan pemukiman kumuh yang dihuni nelayan  dan pembudidaya rumput laut di kawasan pesisir Bantaeng telah berdiri rusunawa dekat dengan Pelabuhan Bantaeng. Tentu hal ini patut  diapresiasi dan dapat diaplikasikan untuk mengatasi pemukiman di wilayah pesisir. Selama di Bantaeng memang saya belum terlalu mengeksplor tempat wisata yang lain mengingat keterbatasan waktu. Bersabarlah put, sebentar lagi Bantaeng akan menjadi salah satu kota tujuan untuk pulang kampung. Amin.  
To Be Continued … Part 3


Sekelumit Cerita tentang Perjalanan ke Bantaeng & Makassar (Part 1)

Menepati janji, menulis cerita perjalanan ke Bantaeng & Makassar, Sulawesi Selatan. Baiklah untuk pembaca, harap maklum atas runtutan cerita dan banyak curhatan saya didalamnya. Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca.
Bersama Ibu tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin

Perjalanan saya menuju Bantaeng, Sulawesi Selatan merupakan perjalanan yang awalnya tidak diagendakan. Setelah mendapatkan kabar dari keluarga calon suami bahwa adik kandung perempuan calon suami saya Mbak Risma akan menikah. Apalagi keluarga mengharapkan saya hadir di pernikahan. Bahagia akhirnya saya bisa bersilaturahmi dengan keluarga besar di Bantaeng. Memang semua sudah diatur oleh Allah SWT, karena bertepatan dengan jadwal cuti dan  acara pernikahan.  Akad nikah akan diadakan pada 17 Januari 2017, dan resepsi 20 Januari 2017. Baiklah, saya menyanggupi datang tanggal 19 Januari 2017. Karena saya juga sedang mempersiapkan pernikahan , saya membagi waktu cuti 3 hari di Malang, dan 4 hari di Makassar. Keberangkatan saya ke Bantaeng tentu saja tidak sendiri tapi mengajak turut serta Ibu dan tante saya. Sebelum saya menikah dan hidup merantau bersama suami tentu lebih baik mengajak ibu jalan – jalan dulu. Ya semoga nanti juga bisa selalu bepergian dengan keluarga walaupun sudah berumahtangga. Amin.
Kamis, 19 Januari 2017
          Saat bepergian alangkah baiknya kita mempertimbangkan kapan waktu terbaik untuk memulai perjalanan mengingat waktu tempuh dan kondisi cuaca. Saya memilih penerbangan pagi dengan maskapai Sriwijaya air pukul 06.00 WIB, karena hujan sering terjadi pada siang hari di Jawa Timur dengan harapan tidak delay. Belum lagi masalah waktu tempuh dari Makassar menuju Bantaeng dengan perjalanan darat +  3 - 4 jam. Memasuki Bandara Internasional Juanda di pagi hari, waow, ternyata sudah sibuk dengan ramainya pengguna jasa penerbangan yang di dominasi penerbangan menuju Indonesia Timur. Tepat pukul 06.00 WIB pesawat lepas landas memulai perjalanan ke Pulau Sulawesi. Perjalanan ditempuh selama 1 jam 20 menit. Alhamdulillah sepanjang perjalanan lancar, sempat sesekali mengalami goncangan ketika melintasi awan. Awan – awan putih mendominasi pemandangan selama perjalanan dan sinar matahari dengan lembut menyapa dibalik jendela pesawat. Ohya , saya juga menyempatkan membawa buku sebagai bahan bacaan untuk mengusir rasa bosan di perjalanan. Saat akan mendarat menuju bandara Internasional Hasanuddin Makassar, kita pasti disuguhi pemandangan kota yang berbeda.  Yang paling menarik mata kita yaitu atap  rumah di Makassar yang terbuat dari Besi (biasa disebut seng) , bukan seperti di pulau Jawa yang semua kompak beratap genting dari tanah liat. Nah pasti itu ada filosofinya, mengapa atap rumah di Makassar menggunakan bahan besi tidak menggunakan bahan dari tanah liat. Saya pernah mendengar penyampaian alasan penggunaan atap rumah berbahan besi bukan tanah liat hal itu dikarenakan manusia berasal dari tanah dan ketika meninggal akan kembali ke tanah. Jadi bagaimana mungkin manusia yang masih hidup tinggal dengan beratap tanah yang berarti dianggap seperti sudah meninggal. 
           Pukul 08.20 WITA akhirnya tiba juga di bandara Internasional Hasanuddin Makassar dan sudah dijemput om tante serta keponakan dari keluarga Bantaeng. Mulailah perjalanan ke Bantaeng yang terlebih dulu melewati Takalar dan Jeneponto. Tentu saat kami menyempatkan menikmati kuliner Makassar yaitu Sop Saudara dan Ikan Bandeng Bakar di Gowa (kalau tidak salah, hehe). Makassar kota terbesar di wilayah Indonesia Timur tampak sekali tingkat kemajuan pembangunannya, aktivitas penduduknya yang tinggi, kemacetan dialami sehari – hari di Makassar. Tapi yang belum kita temui saat berkunjung di Makassar adalah kereta api. Saat ini jalur kereta api Trans-Sulawesi sedang dalam proses pembangunan yang akan menghubungkan Makassar hingga Parepare, targetnya akan menghubungkan Makassar hingga Manado sepanjang 2000 km. Tentu saja pembangunan transportasi ini kabar baik yang harus segera diwujudkan di 3 pulau besar Indonesia lainnya yaitu Sumatera, Kalimantan & Papua.   Tepat pukul 13.00 WITA, akhirnya kami sampai di Bantaeng tepatnya di Desa Bonto Rita, Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng. Sepanjang perjalanan menuju Bantaeng kita disuguhi pemandangan perbukitan, sawah, dan tampak garis pantai di kejauhan. Yapp, topografi Kab. Bantaeng memang dilatar belakangi oleh pegunungan dan berteraskan lautan. Kesibukan di rumah menjelang resepsi pernikahan sungguh terasa. Keluarga besar dari calon suami saya menyambut dengan suka cita. Wah, satu persatu saya bersalaman dan memperkenalkan diri. Payahnya saya tentu tidak langsung menghapal nama satu persatu anggota keluarga. Ampun deh. Sambil mengenalkan saya, Calon Ibu mertua saya berkata “ Ini Puput, calon Istrinya Indar dari Jawa”. Mereka semua tersenyum dan menyambut saya dan keluarga dengan hangat. Tepat sekali, saya akan menjadi bagian dari keluarga mereka. Karena sesungguhnya pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan manusia dalam ikatan pernikahan tetapi sesungguhnya kita menyatukan kedua keluarga. Baik dari pihak saya dan abang, tentu pernikahan kami nanti menjadi sejarah dalam keluarga, karena dari dua suku yang berbeda yaitu Jawa dan Makassar. 

Seingat saya nama kudapannya "Hercules" hehe
Kesibukan menjelang resepsi pernikahan mulai dari memasak sajian makanan, dekorasi pelaminan, dan rangkaian upacara adat sungguh terasa. Tentu sajian makanan berbeda sekali dengan di Jawa, sajian kudapan yang disajikan terasa manis dan lagi – lagi saya lupa nama kudapannya tapi ingat sekali rasanya (pssst, saya memang penyuka manis). Hehe. Lebih baik waktu itu saya catat ya. Lalu dilanjutkan perbincangan hangat dengan keluarga. “Nanti malam acaranya “Mappaci” mbak put,” Ucap Mbak Risma,. 
Saya dan Mbak Risma dalam acara Mappaci


Apa itu Mappaci ?  Googling deh akhirnya saya dan membaca di blog tentang tradisi Mappaci Bugis Makassar. Tujuan dari mappaci adalah untuk membersihkan jiwa dan raga calon pengantin sebelum mengarungi bahtera rumah tangga.  Acara mappaccing dihadiri oleh segenap keluarga untuk meramaikan prosesi yang sudah menjadi turun temurun ini. Dalam prosesi mappaccing, terlebih dahulu pihak keluarga melengkapi segala peralatan yang harus dipenuhi, seperti; Pacci (salahsatu jenis tumbuhan yang disebut tumbuhan pacar yang ditumbuk halus kemudian disebut pacci dikaitkan dengan kata “Paccing” dalam bahasa bugis disebut suci/bersih), daun kelapa, daun pisang, bantal, sarung sutera, lilin, dll. Mappaccing lebih sering dikaitkan dengan salah satu rangkain kegiatan dalam proses perkawinan masyarakat Bugis - Makassar . Mappaccing lebih dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu syarat yang wajib dilakukan oleh mempelai perempuan, terkadang sehari, sebelum pesta walimah pernikahan. Saat acara mappacing, nenek memimpin acara dengan menggunakan bahasa Makassar serta diiringi dengan tabuhan alat musik seperti gendang. Saya juga sempat berpartisipasi dalam mappacing dengan memberikan sentuhan di dekat mata dahi, leher kepada mempelai perempuan yang sebelumnya pada jari tangan saya mengambil seperti tumbukan beras, rempah terdapat pada nampan kemudian diakhiri dengan memberikan hadiah serta pelukan dan doa agar mempelai hidup berbahagia. Saya dan mbak Risma kontan menangis terharu. Ohh rasanya. bahagia sekaligus ada perasaan sedih karena berpisah dengan keluarga. 
  

To be continued… Part 2

Serangkaian acara Mappaci.


Source :



Menjadi Ibu

  Perempuan memiliki fitrah untuk menjadi seorang ibu, tapi saya sendiri pun menyadari bahwa saya terlahir pada generasi perempuan yang tida...