Jumat, 02 Januari 2015

Biota Air sebagai Bioindikator Kualitas Perairan


                                                        Makrozoobenthos perairan


Oleh : Restu Putri Astuti
Aktivitas pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan degradasi lingkungan berjalan pesat. Kita menyadari bahwa perilaku kita yang acuh dalam memanfaatkan sumberdaya terutama air, semakin memperparah kualitas perairan. Kualitas perairan semakin tercemar akibat konversi lahan hutan menjadi pemukiman, daerah industri dan lahan perkebunan serta aktivitas pembangunan lainnya. Perikanan sebagai salah satu sektor yang sangat bergantung pada kualitas perairan. Semakin baik kualitas perairan tersebut tentu berpotensi menghasilkan sumberdaya perikanan yang optimal dan begitu pula sebaliknya. Hendrawan (2005)menyebutkan bahwa menurunnya daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumberdaya air karena menurunnya kualitas air sehingga menyebabkan penurunan kekayaan sumberdaya alam.
Selama ini Indonesia masih mengandalkan pengukuran kualitas perairan secara fisika dan kimia. Padahal di negara maju telah menggunakan metode biologis dalambentuk indeks sebagai penentu kualitas air. Dari sekitar 100 sistem indeks, 60% diantaranya adalah indeks biotik, 30% indeks keragaman, dan 10% indeks saprobik (De Pauw et al.,1992 dalam Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998). Salah satu metoda adalah Biological Monitoring Working Party-Average Score Per Taxon(BMWP-ASPT) yang dikembangkan di Inggris (Armitage dkk., 1983 lihat Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998). Sistem tersebut mengelompokkan atau membagi biota bentik menjadi 10 tingkatan berdasarkan kemampuannya dalam merespon cemaran di habitatnya. Hal inilah yang masih kurang familiar diaplikasikan oleh para pelaku perikanan di Indonesia.
Metode biologis sebagai penentu kualitas air dilakukan dengan menganalisis biota air. Biota air merupakan kelompok organisme baik hewan maupun tumbuhan yang sebagian besar ataupun seluruh hidupnya berada di perairan. Biota tersebut dapat berupa bentos, plankton, atau nekton yang dapat memberikan informasi keadaan perairan tersebut dalam indikator baik atau tidak Karena tiap biota air memiliki sifat hidup yang berbeda beda dan sesuai dengan kondisi lingkungan perairan yang dibutuhkan. Hal inilah yang menjadikan biota air dapat dijadikan indikator kualitas perairan. Sebagian besar biota air yang dapat menjadi indikator kualitas perairan dari golongan avertebrata (hewan tidak bertulang belakang). Golongan avertebrata termasuk hewan yang hidup menetap lama di lingkungan perairan, mudah diidentifikasi karena berukuran makroskopik dan lebih efektif serta efisien dibandingkan penggunaan pengukuran kualitas air secara fisika dan kimia.
Berikut adalah tabel Makroinvertebrata indikator untuk menilai kualitas air (Trihadiningrum, Y. & I. Tjondronegoro, 1998)
Tingkat Cemaran
Makroozoobentos* indikator
1. Tidak tercemar
Trichoptera (Sericosmatidae, Lepidosmatidae, Glossosomatidae); Planaria
2. Tercemar ringan
Plecoptera (Perlidae, Peleodidae); Ephemeroptera
(Leptophlebiidae, Pseudocloeon, Ecdyonuridae, Caebidae); Trichoptera (Hydropschydae, Psychomyidae); Odonanta (Gomphidae, Plarycnematidae, Agriidae, Aeshnidae); Coleoptera (Elminthidae)
3. Tercemar sedang
Mollusca (Pulmonata,Bivalvia); Crustacea (Gammaridae);
Odonanta (Libellulidae, Cordulidae)
4. Tercemar
Hirudinea (Glossiphonidae, Hirudidae); Hemiptera
5. Tercemar agak berat
Oligochaeta (ubificidae); Diptera (Chironomus thummiplumosus); Syrphidae
6. Sangat tercemar
Tidak terdapat makrozoobentos. Besar kemungkinan dijumpai
lapisan bakteri yang sangat toleran terhadap limbah organik
(Sphaerotilus) di permukaan
*Makrozoobentos adalah organisme yang hidupnya menetap di dasar perairan dan mempunyai pergerakan yang sangat lamban. Kelompok makrozoobentos merupakan kelompok hewan yang relatif menetap di dasar perairan dan kerap digunakan sebagai petunjuk biologis (indikator) kualitas perairan(Zulkifli et al, 2009).
Sayangnya banyak pelaku perikanan terutama pembudidaya di kawasan tambak, kolam budidaya, sungai, dan laut yang mengesampingkan manfaat biota air sebagai bioindikator. Hal ini diduga akibat minimnya informasi biota air sebagai bioindikator perairan padahal jika mampu dimanfaatkan dapat menguntungkan kegiatan budidaya. Yuk mengenal biota air !
Referensi :
Trihadiningrum, Y. & I. Tjondronegoro. 1998. Makroinvertebrata sebagai bioindikator pencemaran badan air tawar di Indonesia: Siapkah kita ?. Lingkungan & Pembangunan 18(1): 45 – 60
Wardhana, Wisnu. 1999. Perubahan Lingkungan Perairan dan Pengaruhnya terhadap Biota Akuatik. Pelatihan Monitoring Biologi Bagi Pengelola Taman Nasional Gunung Halimun, Stasiun Penelitian Cikaniki TNGH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi Ibu

  Perempuan memiliki fitrah untuk menjadi seorang ibu, tapi saya sendiri pun menyadari bahwa saya terlahir pada generasi perempuan yang tida...